Beranda | Artikel
Nasib Ahli Tauhid di Akhirat (Bag. 2)
Rabu, 12 Mei 2021

Baca pembahasan sebelumnya Nasib Ahli Tauhid di Akhirat (Bag.1)

Bismillah, walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du.

Penutup: “Bertaubatlah dari segala macam dosa!”

Tentunya, kita ingin meraih golongan pertama, yaitu sosok ahli tauhid yang meninggal tanpa membawa dosa dan langsung masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab. Seseorang bisa meraih status “meninggal tanpa membawa dosa” dengan dua cara, yaitu:

Pertama, dosanya sudah terlebur dengan pelebur (mukaffirat) dosa

atau

Kedua, meninggal dalam keadaan sudah bertaubat dari seluruh dosa.

Namun, tentunya taubat itu ada syarat-syaratnya agar diterima oleh Allah Ta’ala.

Tujuh syarat agar taubat diterima oleh Allah Ta’ala

Pertama, Islam

Allah Ta’ala tidaklah menerima taubat jika pelakunya masih kafir, karena kekafiran itu menggugurkan seluruh amal. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan seandainya mereka (para nabi) menyekutukan(-Nya), maka akan gugur dari mereka semua apa yang mereka lakukan.” [QS. Al-An’am: 88]

Demikian pula, di dalam surat Ibrahim ayat 26 dengan tafsir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa tidak diterima amal apa pun jika disertai dengan kesyirikan (kekafiran). [1]

Kedua, Ikhlas

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa’ : 146,

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّه فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” [QS. An-Nisa’: 146]

Ketiga, Menyesal

Keempat, Berhenti dari dosa saat itu juga

Kelima, Bertekad bulat untuk tidak mengulanginya

Dalil dari ketiga syarat ini adalah firman Allah Ta’ala di surat Ali ‘Imran ayat 135 dan 136,

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

(135) “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan buruk yang mereka lakukan, sedang mereka mengetahui.”

أُولَٰئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

(136) “Mereka itu balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” [QS. Ali ‘Imran: 135 – 136]

Syaikh Bin Baaz rahimahullah menjelaskan ayat di atas [2] bahwa maksud “tidak meneruskan perbuatan maksiat” adalah syarat sahnya taubat, dan hal ini tidaklah bisa terlaksana kecuali dengan meninggalkan maksiat, berhenti darinya, dan bertekad bulat tidak mengulanginya lagi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

النَّدَمُ تَوْبَةٌ

“Menyesal adalah taubat”.  [HR. Ahmad, sahih]

Sebagian ulama menjelaskan bahwa taubat cukup terealisasi dengan menyesal, karena menyesal berkonsekuensi seseorang berhenti dari dosa dan bertekad bulat untuk tidak mengulanginya. Keduanya tumbuh dari sikap menyesal. [3]

Keenam, Sebelum sakaratul maut (sebelum ruh sampai tenggorokan)

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa’ ayat 18,

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan keburukan (yang) hingga apabila datang sakaratul maut kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” [QS. An-Nisa’: 18]

Dari Abu Abdur Rahman, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ الله عزَّ وجَلَّ يقْبَلُ توْبة العبْدِ مَا لَم يُغرْغرِ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menerima taubat seorang hamba selama ruhnya belum sampai ke tenggorokan.” [HR. At-Tirmidzi, hasan]

Maksudnya, apabila seseorang sudah merasakan sakitnya sakaratul maut karena proses pencabutan ruh sudah sampai di tenggorokan, ketika itu seseorang telah melihat malaikat maut dan dia telah yakin bahwa dia akan segera mati serta tidak bisa kembali ke dunia lagi, maka taubat pada kondisi itu tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Hal ini karena yang dijadikan patokan adalah iman kepada perkara ghaib. [4]

Ketujuh, Sebelum matahari terbit dari tempat tenggelamnya (barat)

Allah Ta’ala berfirman di dalam surat Al-An’am ayat 158,

هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ ۗ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا ۗ قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُونَ

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah, “Tunggulah olehmu sesungguhnya Kami pun menunggu (pula)”.” [QS. Al-An’am: 158]

Maksud  “datangnya ayat dari Tuhanmu” dalam firman Allah di atas adalah terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya (barat). Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا ، تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari tempat tenggelamnya (barat), niscaya Allah akan terima taubatnya.” [HR. Muslim]

Jika salah satu saja dari ketujuh syarat ini tidak ada pada diri seseorang, maka taubatnya tidaklah diterima oleh Allah Ta’ala.

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah


Artikel asli: https://muslim.or.id/65778-nasib-ahli-tauhid-di-akhirat-bag-2.html